Kita pasti pernah denger kata “khunsa” atau istilah medisnya “kelamin ganda.” Khunsa itu sebenarnya sebutan buat orang yang lahir dengan kondisi biologis unik, organ reproduksinya nggak bisa langsung dikategorikan 100% laki-laki atau 100% perempuan. Ada yang punya dua alat kelamin, ada juga yang alat kelaminnya nggak jelas bentuknya masuk kategori mana.
Tapi jangan buru-buru mikir yang aneh-aneh. Nggak semua khunsa punya dua alat kelamin yang fungsional. Sering kali, cuma satu yang berfungsi, atau malah keduanya nggak bekerja maksimal. Dalam medis, dokter menyebut kondisi ini sebagai interseks. Meskipun terdengar langka, kasus ini nyata dan bisa terjadi pada siapa aja.
Karena kondisi ini muncul sejak lahir, jelas ini bukan pilihan. Nggak bisa kita atur atau ubah semau kita. Mereka juga nggak ngelakuin kesalahan. Jadi, kalau ada yang bilang ini akibat gaya hidup atau kesalahan orang tua, jelas itu keliru. Ini murni soal biologi, bukan soal moral.
Antara Medis dan Masyarakat

Dari sisi medis, dokter biasanya langsung melakukan pemeriksaan begitu bayi lahir dengan kondisi seperti ini. Mereka ngecek hormon, kromosom, dan kondisi organ dalam. Tujuannya? Bantu keluarga menentukan langkah terbaik untuk si anak. Kadang perlu operasi, kadang cukup observasi dulu sambil lihat perkembangannya.
Tapi nentuin jenis kelamin itu nggak segampang milih nama. Dokter harus mikir keras soal dampaknya nggak cuma ke fisik si anak, tapi juga ke kondisi psikologisnya di masa depan. Makanya, banyak ahli nyaranin keputusan ini dibuat dengan hati-hati, tanpa terburu-buru.
Sayangnya, masyarakat kita sering belum siap buat nerima kondisi kayak gini. Banyak orang masih nganggep topik ini tabu. Ada juga yang langsung ngasih cap aneh atau malah ngehina. Padahal, mereka cuma punya perbedaan kecil dari kita. Mereka tetap manusia. Mereka butuh dihormati, bukan dijadiin bahan lelucon atau gunjingan.
Satu hal penting yang perlu kita tahu, khunsa itu beda banget sama yang namanya orientasi seksual atau identitas gender. Kondisi khunsa muncul dari faktor fisik sejak lahir. Sementara orientasi seksual dan identitas gender lebih nyambung ke sisi psikologis atau sosial. Jadi, kita nggak bisa nyamain atau nyampur-nyampurin seenaknya.
Dari Sisi Agama, Gimana?

Dalam Islam, ulama sudah sejak lama membahas soal khunsa. Khunsa dibagi jadi dua, khunsa musykil, yaitu yang jenis kelaminnya nggak bisa ditentukan secara jelas, dan khunsa ghair musykil, yang masih bisa diidentifikasi dominannya. Pembagian ini jadi dasar untuk menetapkan hukum-hukum lain, seperti warisan, ibadah, dan pernikahan.
Artinya, Islam nggak menolak keberadaan khunsa. Justru agama memberikan ruang dan solusi yang adil. Islam mengajarkan kasih sayang dan keadilan, termasuk dalam menyikapi hal-hal yang mungkin dianggap ‘tidak umum’. Jadi, kalau ada yang bilang khunsa itu aib, bisa jadi dia cuma belum paham atau belum pernah belajar cukup soal ini.
Fakta menariknya lagi, kondisi seperti ini juga terjadi di dunia hewan. Jadi, kita nggak bisa langsung ngecap ini sebagai penyimpangan. Ini adalah bagian dari keragaman ciptaan Tuhan.
Lalu, Harus Gimana Sikap Kita?
Pertama, stop stigma. Orang yang terlahir interseks bukan buat dikasihani apalagi dibully. Mereka berhak punya ruang yang aman, di mana mereka bisa tumbuh dan menjalani hidup tanpa rasa takut atau malu.
Kedua, yuk belajar. Banyak dari kita yang pernah dengar istilah khunsa tapi nggak paham artinya. Daripada asal menilai, lebih baik buka pikiran dan cari tahu lebih dalam. Biar kita nggak jadi bagian dari masalah.
Ketiga, kasih mereka kebebasan buat menentukan jati diri. Jangan paksa orang buat masuk ke kategori “cowok” atau “cewek” hanya karena itu yang kita anggap normal. Ingat, hidup mereka itu ya milik mereka. Kita cuma perlu belajar menghargai.
Waktunya Kita Lebih Peka
Jadi, khunsa itu bukan mitos atau hal memalukan. Mereka nyata, mereka ada, dan mereka sama berharganya kayak kita semua. Mereka nggak salah, nggak aneh, dan nggak butuh dijauhi.
Kita juga harus mulai berhenti melihat dunia cuma dari dua sisi cowok dan cewek. Karena pada kenyataannya, ada yang hidup di antaranya. Dan itu bukan kesalahan siapa-siapa.
Kalau kita mau jadi manusia yang lebih baik, yuk mulai dari hal kecil seperti edukasi, empati, dan nggak gampang nge-judge. Siapa tahu, langkah kecil ini bisa jadi titik terang buat mereka yang selama ini merasa hidup dalam bayang-bayang.
Baca artikel lainya di sinte