Kalau ngomongin hewan buas yang jadi ikon Indonesia, nama Harimau Sumatera pasti langsung muncul di kepala. Hewan ini bukan cuma terkenal karena wujudnya yang gagah, tapi juga karena statusnya yang makin langka. Dari semua subspesies harimau di Indonesia, sekarang tinggal Harimau Sumatera yang masih bertahan. Sayangnya, jumlahnya makin sedikit dari tahun ke tahun.
Harimau Kecil dengan Karakter Unik

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau paling kecil di dunia. Ukurannya memang lebih kecil di bandingkan harimau Bengal atau Siberia. Tinggi bahunya sekitar 60 cm hingga 95 cm, dengan panjang tubuh mencapai 2,4 meter, termasuk ekornya. Beratnya pun tidak sebesar kerabatnya, rata-rata jantan 100–140 kg, sedangkan betina sekitar 75–110 kg.
Meski kecil, jangan anggap remeh. Harimau ini lincah, gesit, dan punya loreng khas yang lebih rapat di bandingkan harimau lainnya. Loreng ini membantu mereka berkamuflase di hutan lebat Sumatera. Warna bulunya juga lebih gelap, cocok dengan habitat hutan tropis yang cenderung rimbun.
Selain fisik, Harimau Sumatera punya selaput di antara jari-jari kakinya. Fungsinya? Buat berenang! Harimau ini jago banget nyebur ke sungai untuk berburu mangsa. Jadi, jangan heran kalau mereka bisa menyeberangi aliran sungai hanya dengan sekali kayuhan.
Habitat Asli yang Terus Menyempit
Dulu, Harimau Sumatera tersebar luas di seluruh pulau Sumatera. Tapi sekarang, habitat mereka makin terfragmentasi. Mereka hanya bisa di temukan di kawasan hutan konservasi seperti Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Kenapa bisa begitu? Jawabannya klasik, deforestasi. Hutan-hutan di Sumatera banyak yang dibuka jadi perkebunan sawit, akasia, dan permukiman. Akibatnya, ruang jelajah harimau makin sempit. Padahal, seekor harimau butuh wilayah jelajah luas, bahkan bisa mencapai puluhan kilometer persegi untuk berburu.
Populasi yang Mengkhawatirkan

Menurut data dari berbagai lembaga konservasi, jumlah Harimau Sumatera diperkirakan hanya sekitar 400 ekor di alam liar. Angka ini jelas bikin miris, apalagi mengingat dulunya Indonesia punya tiga subspesies harimau, Harimau Bali, Harimau Jawa, dan Harimau Sumatera. Dua di antaranya sudah punah. Kalau tidak dijaga, Harimau Sumatera bisa menyusul.
Penyebab berkurangnya populasi bukan cuma hilangnya hutan. Perburuan liar juga jadi masalah besar. Kulit, taring, dan bagian tubuh harimau masih jadi incaran perdagangan gelap. Selain itu, konflik dengan manusia juga sering terjadi. Harimau yang kehilangan habitat kadang masuk ke perkampungan, memangsa ternak, lalu diburu warga.
Peran Penting dalam Ekosistem
Mungkin ada yang bertanya, “Kalau punah, apa pengaruhnya buat kita?” Jawabannya: besar sekali. Harimau Sumatera adalah predator puncak. Mereka mengontrol populasi herbivora seperti rusa, babi hutan, dan kijang. Kalau harimau hilang, jumlah herbivora bisa meledak, lalu merusak vegetasi hutan. Akhirnya, ekosistem jadi tidak seimbang dan efeknya bisa terasa sampai ke manusia.
Dengan kata lain, menjaga harimau sama saja dengan menjaga hutan Sumatera tetap sehat.
Upaya Konservasi
Kabar baiknya, sudah banyak upaya dilakukan untuk menyelamatkan Harimau Sumatera. Pemerintah bersama lembaga konservasi seperti WWF, FFI, dan WCS melakukan berbagai program, mulai dari patroli hutan, edukasi masyarakat, hingga penangkaran.
Taman Nasional Kerinci Seblat misalnya, dikenal sebagai salah satu benteng terakhir Harimau Sumatera. Kawasan ini jadi rumah bagi puluhan ekor harimau yang masih bebas berkeliaran. Selain itu, ada juga pusat rehabilitasi dan penangkaran untuk memastikan mereka tetap bisa berkembang biak.
Teknologi pun ikut membantu. Kamera trap dipasang di hutan untuk memantau keberadaan harimau. Dari rekaman itu, peneliti bisa tahu berapa banyak individu yang masih bertahan dan bagaimana pola pergerakannya.
Harimau Sumatera di Mata Dunia
Karena statusnya yang kritis, Harimau Sumatera masuk daftar Critically Endangered dari IUCN. Artinya, mereka satu langkah lagi menuju kepunahan di alam liar. Dunia internasional ikut menaruh perhatian, karena kehilangan satu subspesies berarti hilangnya kekayaan genetik yang tidak bisa diganti.
Di sisi lain, Harimau Sumatera juga punya nilai budaya. Dalam banyak cerita rakyat, harimau digambarkan sebagai penjaga hutan atau simbol kekuatan. Jadi, melestarikan mereka bukan hanya soal ekologi, tapi juga menjaga warisan budaya.
Kesimpulannya
Harimau Sumatera bukan sekadar hewan buas. Mereka adalah simbol alam liar Indonesia, penjaga keseimbangan hutan, sekaligus pengingat bahwa kerusakan lingkungan berdampak nyata. Populasinya yang hanya ratusan ekor harus jadi alarm keras buat kita semua.
Kalau hutan terus dibabat, kalau perburuan liar tidak di hentikan, maka tinggal menunggu waktu sebelum Harimau Sumatera hanya bisa dilihat di gambar buku atau di kebun binatang.
Jadi, menjaga Harimau Sumatera bukan tugas pemerintah atau aktivis saja, tapi tugas kita semua. Karena ketika raja terakhir hutan Sumatera hilang, kita juga kehilangan bagian penting dari jati diri bangsa ini.
