Kenapa Kita Sering Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Pernah nggak sih, lagi santai scroll media sosial, tiba-tiba muncul postingan teman yang baru beli mobil, liburan ke luar negeri, atau sukses dapat kerjaan impian? Terus, tanpa sadar, pikiran kita mulai membandingkan hidup kita dengan hidup mereka.

Rasanya seperti sedang ikut lomba yang kita nggak pernah daftar, tapi udah kalah duluan.Fenomena ini sebenarnya sangat manusiawi. Otak kita memang punya kecenderungan untuk membandingkan, entah itu soal penampilan, pencapaian, atau bahkan kebahagiaan. 

Tapi, kalau di lakukan berlebihan, membandingkan diri bisa bikin stres, minder, bahkan menurunkan rasa percaya diri. Nah, yuk kita kupas kenapa sih kita sering banget terjebak di kebiasaan ini.

Dorongan Alami dari Otak Manusia

Dorongan Alami dari Otak Manusia

Secara psikologis, membandingkan diri adalah bagian dari proses yang di sebut social comparison. Teori ini di perkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1954, yang mengatakan bahwa kita cenderung mengukur kemampuan dan nilai diri berdasarkan orang lain. Otak kita seperti otomatis mencari “cermin” untuk menilai posisi kita di masyarakat.

Dulu, di zaman nenek moyang, membandingkan diri justru berguna untuk bertahan hidup. Misalnya, kalau tetangga desa lebih pintar berburu, kita jadi termotivasi untuk belajar tekniknya. Bedanya, di zaman sekarang, “tetangga” kita bisa datang dari seluruh dunia lewat media sosial, dan ini bikin tolok ukur kita jadi nggak realistis.

Apalagi, kebanyakan orang di media sosial hanya menunjukkan sisi terbaiknya. Kita akhirnya membandingkan kehidupan nyata kita dengan highlight kehidupan orang lain. Padahal, realitas mereka mungkin nggak seindah yang kita lihat.

Media Sosial Mesin Perbandingan Modern

Media Sosial Mesin Perbandingan Modern

Nggak bisa di pungkiri, media sosial punya peran besar dalam memicu kebiasaan membandingkan diri. Dengan sekali scroll, kita bisa melihat pencapaian, gaya hidup, bahkan penampilan orang lain yang kelihatan sempurna. Tanpa sadar, ini bisa memicu comparison trap atau jebakan perbandingan.

READ  Kisah Inspiratif B.J. Habibie Dari Kota Parepare ke Langit Dunia

Bahkan, menurut penelitian, semakin sering seseorang melihat unggahan orang lain yang di anggap lebih sukses atau lebih bahagia, semakin besar kemungkinan mereka merasa kurang puas dengan hidup sendiri. Masalahnya, kita jarang mempertimbangkan konteks di balik foto atau video tersebut.

Kalau dulu kita membandingkan diri dengan tetangga sebelah rumah, sekarang kita membandingkan diri dengan selebriti, influencer, atau bahkan orang asing yang kehidupannya sangat berbeda. Nggak heran kalau perasaan “nggak cukup” itu jadi lebih sering muncul.

Dampak Membandingkan Diri Terlalu Sering

Sekali dua kali membandingkan diri memang bisa jadi motivasi untuk berkembang. Tapi kalau terus-menerus, dampaknya bisa negatif. Salah satunya adalah menurunnya rasa percaya diri. Kita mulai merasa nggak pernah cukup pintar, cantik, kaya, atau sukses.

Selain itu, kebiasaan ini juga bisa memicu stres, cemas, bahkan depresi. Rasa iri yang nggak di kelola dengan baik bisa membuat kita terjebak dalam lingkaran pikiran negatif. Akhirnya, bukannya termotivasi, kita malah kehilangan semangat untuk berkembang.

Bahkan, terlalu fokus membandingkan diri bisa bikin kita lupa bersyukur. Kita jadi nggak sadar kalau sebenarnya kita juga punya pencapaian dan momen bahagia yang layak dirayakan.

Cara Mengelola Kebiasaan Membandingkan Diri

Kabar baiknya, membandingkan diri bisa dikelola. Salah satu caranya adalah dengan membatasi waktu di media sosial. Semakin sedikit waktu yang kita habiskan untuk melihat kehidupan orang lain, semakin kecil peluang kita untuk terjebak perbandingan.

Selain itu, fokuslah pada kemajuan diri sendiri. Bandingkan dirimu hari ini dengan dirimu yang kemarin, bukan dengan orang lain. Ini membuat tolak ukur kita jadi lebih realistis dan sehat.

Terakhir, latih rasa syukur. Luangkan waktu untuk menghargai hal-hal kecil dalam hidup. Menulis gratitude journal atau sekadar merenung sebelum tidur bisa membantu kita lebih fokus pada apa yang sudah dimiliki, bukan pada yang belum ada.

READ  Apakah begadang tanda gangguan jiwa?

Kesimpulannya

Membandingkan diri dengan orang lain adalah hal yang wajar, bahkan alami. Tapi di era media sosial, kebiasaan ini bisa jadi bumerang yang menggerogoti rasa percaya diri. 

Kuncinya adalah sadar kapan perbandingan itu memotivasi dan kapan justru merugikan.Daripada terjebak dalam comparison trap, lebih baik gunakan energi untuk memperbaiki diri dan menghargai perjalanan hidup kita sendiri. 

Ingat, setiap orang punya timeline yang berbeda. Hidup bukan lomba lari cepat, tapi perjalanan panjang yang dinikmati sesuai langkah masing-masing.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *