Pernah nggak sih ketemu atau dengar cerita tentang seseorang yang punya “dua sisi” yang benar-benar berbeda? Misalnya, pas ketemu pagi-pagi dia kalem, ramah, dan pendiam, tapi nanti sore bisa jadi super percaya diri, aktif, atau bahkan agresif. Nah, kalau itu bukan cuma perubahan mood biasa, bisa jadi itu yang disebut Dissociative Identity Disorder (DID), alias kepribadian ganda.
Kalau di film atau serial, kepribadian ganda sering di gambarin dramatis banget sampai-sampai bikin penontonnya tegang. Tapi di dunia nyata, kondisi ini jauh lebih rumit dan nggak sesederhana adegan di layar kaca. Penderitanya benar-benar punya dua atau lebih identitas yang berbeda, dan pergantian identitas ini sering terjadi secara spontan tanpa bisa dikendalikan. Bahkan, cara bicara, gerak tubuh, hingga ingatan mereka bisa berubah sesuai identitas yang sedang “muncul”.
Sayangnya, banyak orang yang salah paham. Ada yang mengira penderita pura-pura atau sekadar mencari perhatian. Padahal, kondisi ini nyata, di akui secara medis, dan biasanya berakar dari pengalaman hidup yang nggak mudah. Dengan memahami faktanya, kita bisa menghapus stigma dan memberi dukungan yang mereka butuhkan.
Penyebab Kepribadian Ganda

Dari penelitian para ahli, kebanyakan kasus kepribadian ganda muncul karena trauma berat di masa kecil. Contohnya seperti kekerasan fisik, pelecehan seksual, atau kejadian yang membuat anak merasa nyawanya terancam. Karena otak anak masih berkembang, mereka punya cara unik untuk bertahan yaitu “memisahkan” sebagian ingatan dan emosi dari kesadaran utamanya. Dari sinilah mulai terbentuk identitas lain yang memegang bagian-bagian tertentu dari pengalaman tersebut.
Proses ini dikenal sebagai dissociation, semacam mode pertahanan ekstrem. Buat sebagian orang, mekanisme ini terus terbawa sampai dewasa dan berkembang menjadi DID. Identitas yang muncul bisa punya sifat, kebiasaan, bahkan gaya bicara yang sangat berbeda dari identitas utama.
Tapi perlu di ingat, nggak semua orang yang mengalami trauma akan otomatis punya DID. Faktor genetik, lingkungan, hingga ada atau tidaknya dukungan sosial juga berpengaruh. Jadi, meski trauma adalah pemicu utama, kepribadian ganda cuma muncul kalau otak benar-benar “memilih” cara ini sebagai satu-satunya jalan bertahan.
Gejala dan Ciri-Ciri Kepribadian Ganda

Gejala yang paling kelihatan adalah adanya dua atau lebih identitas yang berbeda yang bergantian mengendalikan perilaku. Penderita sering mengalami amnesia di luar kebiasaan misalnya nggak ingat pernah mengunjungi suatu tempat, padahal ada di sana beberapa jam lalu.
Kadang, mereka juga merasa seperti melihat diri sendiri dari luar tubuh atau hidup di dunia yang terasa nggak nyata.
Untuk ciri-cirinya, biasanya meliputi memiliki identitas yang berbeda-beda lengkap dengan sifat dan kebiasaan masing-masing, perubahan suara dan bahasa tubuh saat identitas berganti, kehilangan ingatan secara tiba-tiba, perubahan selera makan atau hobi, dan kemampuan khusus yang hanya muncul pada identitas tertentu.
Penanganan dan Dukungan
Nggak ada obat yang bisa langsung “menyembuhkan” kepribadian ganda. Penanganan utamanya adalah terapi psikologis jangka panjang. Terapi ini fokus untuk membantu penderita menghadapi trauma masa lalu dan, kalau memungkinkan, menyatukan identitas-identitas yang terpisah. Prosesnya bisa memakan waktu bertahun-tahun, tergantung tingkat trauma dan kesiapan mental penderita.
Selain terapi, lingkungan yang suportif juga punya peran penting banget. Penderita butuh orang-orang terdekat yang mau memahami, nggak menghakimi, dan sabar menghadapi proses pemulihan mereka. Dukungan kecil seperti mendengarkan cerita tanpa memotong atau memberi ruang aman saat mereka cemas, itu efeknya besar.
Yang juga penting, kita harus tahu bahwa DID bukan berarti orang tersebut berbahaya. Banyak gambaran di film yang bikin mereka terlihat seperti penjahat atau ancaman, padahal nyatanya sebagian besar penderita adalah korban kekerasan yang justru butuh rasa aman, bukan rasa takut dari orang lain.
Kesimpulan
Kepribadian ganda adalah gangguan psikologis serius yang sering disalahpahami. Penyebabnya umumnya berasal dari trauma masa kecil, dan gejalanya bisa berupa pergantian identitas disertai hilangnya ingatan.
Meskipun terdengar ekstrem, dengan terapi yang tepat dan dukungan lingkungan yang baik, penderita DID bisa belajar mengelola kondisinya dan menjalani hidup lebih stabil.
Memahami kondisi ini berarti kita memberi ruang untuk empati, bukan penilaian cepat. Karena di balik setiap identitas yang berbeda, ada satu orang yang sedang berjuang keras untuk bertahan dan pulih dari luka yang nggak selalu terlihat oleh mata.
Baca artikel lainya di sinte.