Pernah ketemu orang yang suka banget ngerasa paling benar, paling pintar, atau paling keren dari semua orang di sekitarnya? Bahkan kadang tanpa di minta, mereka bisa ngomong seolah pendapatnya yang paling valid di dunia. Nah, sikap kayak gini di sebut dengan perasaan superioritas, alias merasa diri lebih unggul dari orang lain. Tapi, kenapa sih ada orang yang ngerasa superior? Apakah mereka memang sehebat itu, atau justru ada sesuatu di baliknya? Yuk, kita bahas santai tapi tuntas!
Sekilas Tentang Sikap Superior
Rasa superior itu sebenarnya bagian dari cara seseorang menilai dirinya sendiri, dalam psikologi di sebut self-perception. Orang yang punya rasa superior cenderung menilai dirinya lebih tinggi di banding orang lain dalam hal kecerdasan, kemampuan, atau status sosial.
Tapi, menariknya, perasaan ini nggak selalu muncul karena mereka benar-benar hebat. Kadang justru jadi bentuk “topeng” untuk nutupin rasa kurang percaya diri. Teori ini udah lama di bahas dalam psikologi oleh Alfred Adler, seorang tokoh yang memperkenalkan istilah inferiority complex.
Menurut Adler, orang yang punya rasa inferior (merasa rendah diri) bisa bereaksi dengan dua cara, berusaha memperbaiki diri, atau malah menutupi kekurangannya dengan bersikap seolah dia lebih unggul, nah, di sinilah muncul sikap superioritas semu.
Dari Mana Datangnya Rasa Superior Itu?
Ada beberapa penyebab kenapa seseorang bisa ngerasa lebih tinggi dari orang lain:
- Pola asuh dan lingkungan sejak kecil.
Anak yang selalu dipuji berlebihan tanpa diajarkan untuk menghargai orang lain bisa tumbuh dengan pandangan bahwa dirinya “lebih baik dari siapapun.” Akhirnya, mereka terbiasa melihat dunia dalam skala atas-bawah: ada yang superior dan ada yang inferior.
- Kurangnya kepercayaan diri.
Ironisnya, banyak orang yang kelihatan sombong dan merasa hebat justru punya luka batin atau ketakutan dalam dirinya. Dengan menunjukkan “kehebatan,” mereka berusaha menutupi rasa tidak aman itu agar terlihat kuat di mata orang lain.
- Tekanan sosial dan budaya kompetitif.
Di zaman sekarang, banyak orang diajarkan buat selalu jadi “yang terbaik.” Entah di sekolah, kerja, atau media sosial, kita sering terjebak dalam perlombaan pencitraan. Akibatnya, sebagian orang mulai membangun identitasnya di atas perbandingan siapa yang lebih sukses, lebih cantik, lebih punya pengaruh, dan seterusnya.
- Kurangnya empati dan kesadaran diri.
Rasa superior juga bisa muncul karena seseorang sulit memahami sudut pandang orang lain. Mereka lebih fokus pada pencapaian dan validasi diri daripada hubungan sosial yang sehat.
Gimana Ciri-Cirinya?

Nggak semua orang yang percaya diri itu berarti merasa superior, ya. Tapi, ada beberapa tanda khas yang biasanya bisa kamu lihat, misalnya:
- Selalu pengen terlihat benar, bahkan dalam hal kecil.
- Suka merendahkan atau mengoreksi orang lain tanpa alasan jelas.
- Susah menerima kritik, tapi gampang mengkritik orang.
- Nggak pernah mau minta maaf, seolah nggak pernah salah.
- Punya kebutuhan besar buat diakui dan dipuji.
Kalau kamu sering nemuin perilaku kayak gini di sekitar, kemungkinan besar mereka sedang mencoba mempertahankan citra “aku yang lebih unggul.”
Efeknya di Kehidupan Sosial
Sikap merasa superior bisa bikin hubungan antar manusia jadi nggak sehat. Di lingkungan kerja misalnya, orang yang selalu merasa paling bisa sering bikin rekan kerjanya malas berpendapat. Dalam hubungan pribadi pun begitu, pasangan yang ngerasa lebih pintar atau lebih benar cenderung bikin komunikasi jadi tegang dan nggak seimbang.
Parahnya lagi, perasaan superior ini bisa bikin seseorang sulit berkembang. Karena merasa udah paling hebat, mereka jadi jarang introspeksi atau belajar hal baru. Padahal, orang yang benar-benar hebat biasanya justru rendah hati dan terbuka terhadap pandangan orang lain.
Cara Menghadapinya

Kalau kamu punya teman, rekan, atau bahkan pasangan yang ngerasa superior, cara terbaik bukanlah melawan dengan ego juga. Coba pahami dulu latar belakangnya. Banyak dari mereka cuma butuh pengakuan atau takut dianggap lemah. Tetap tenang, jangan terpancing, dan batasilah interaksi kalau sikapnya mulai menguras energi.
Kalau kamu sendiri kadang merasa punya kecenderungan begitu, nggak apa-apa, itu bisa dilatih. Belajar buat menghargai pendapat orang lain, membuka diri terhadap kritik, dan menumbuhkan empati bisa bantu mengontrol perasaan itu.
Kesimpulannya Jadi Hebat Nggak Harus Ngerasa Paling Hebat
Rasa superior bisa muncul karena banyak faktor, mulai dari pengalaman masa kecil sampai tekanan sosial. Tapi satu hal yang pasti, orang yang benar-benar hebat nggak butuh membuktikan kehebatannya dengan merendahkan orang lain.
Kadang, yang bikin kita “besar” bukan seberapa tinggi kita berdiri di atas orang lain, tapi seberapa dalam kita bisa memahami mereka. Karena pada akhirnya, jadi manusia itu bukan soal siapa yang lebih unggul, tapi siapa yang lebih sadar, lebih bijak, dan lebih tulus dalam melihat dunia.
